Ingin kubunuh Amor, Romeo dan Juliet Bag. 2

Malam ini barisan peristiwa yang aneh datang lagi menghajar wajahku. Dalam riuh pesta dan impian-impian yang beberapa malam yang lalu telah kubuat rapi, seperti barikade bersenjata batu dan puing-puing sisa perusakan hotel berbintang berbaja. Lima waktu yang berhenti, sekejap membuat semuanya hening, sunyi. Sangat sunyi sekali, aku khawatir, hanya kutukan dan hujaman makian yang senantiasa beradu, saling serang, bakar dan menampar.

Hasrat apalagi yang membuatku ingin menendang layar 14 inci didepanku ini. Selain kata-kata yang kuberi gelar amunisi. Selain rasa muak yang terus menerus ku modifikasi. Atau ilusi yang terus saja kita perdebatkan. Merancang, membicarakan klandestinasi dan posisi yang reaksioner. Cukup sudah.

Malam ini semakin terasa begitu sepi, Aku hanya ingin mengalir pada Distrik-distrik taklukan Artemis. Berbaring diantara puing pembakaran hepahaestus.Membiarkan Para pemburu menghamba. Menikmati racikan-racikan alkohol palsu yang tak dikenai pajak dan cukai. Sedikit berbaring dengan karakter muka yang arogan dibawah bulan, sambil tersenyum menghantarkan mampusnya kalian Para reformis Pasar dan cita rasa muda mudi berpakaian matcing ke liang kubur.

Malam ini tak ada subversi, tak ada sabotase, tak ada perkumpulan berandalan malam lagi. Ini kalimat yang terakhir menutup kepergian bulan. Keragu-raguan telah mengintai, aroma scarlet menguap. memenuhi udara yang sebentar lagi nampak menghitam. Dengus suara dan kepulan marijuana mengetuk kencang seolah memaksa phobia pada segala yang berjalan kencang pada kamar ini.Perasaan ini membisik” Jadikan malam ini sepekan yang berhenti” bukan lima atau enam waktu lagi” jadilah mengalir, jadilah mengalir”

Aku masih memikirkan malam ini sebagai permainan episode shakespeare yang mati bunuh diri. Atau pada amor yang beradegan mati tragis ditikam Pajantan Romeo, atau pada Juliet yang dungu dengan pakaian badut yang ia pakai. Pada sebuah tiang pancang disebuah medium para penari balet. Pada sebuah lubang yang tak memiliki dasar diatas tubuhnya. Pada setiap kutukan yang ingin kuberikan padanya. Mampuslah.aku tak membutuhkan apa-apa.

Memilih jalan, mengintip ruang tak berpenghuni, memilih pertarungan jalanan, dengan potongan baju yang lebih mirip sampah berak korporasi, dengan potongan sangkur yang siap menghujam kala makanan cukup terbagi dengan kami. Dengan sepuluh jilid buku berisi cacian dan maki, jurnal-jurnal penghujam, pengantar matimu Amor, Romeo dan Juliet.

Amor, Romeo, dan Juliet aku tak bermaksud membuat pertentangan ini semakin panjang, namun semua ini adalah pertentangan, Bengisnya Peradaban, Banalnya kanibalisme yang didepan mata sudah mencekik dan sebentar lagi muntah, entah berapa kali lagi aku mati dan bangkit lagi, Mungkin ini yang terakhir, Energi yang tersisa pukul tiga subuh malam ini.

Kekasihku sudah terlelap, entah kutipan apa lagi yang akan dituliskannya subuh ini, seperti malam-malam biasa, Ia akan menuliskan makiannya dengan huruf tegak dan Angkuh dengan Huruf Kapital. Mungkin aku yang akan menyampaikan padamu Amor, Romeo dan Kamu Juliet ,apa kutipannya malam ini, namun yang kutahu, di awal ia menulis beberapa menit yang lalu aku melihatnya menggambar sebuah rumah yang kecil tanpa dimensi, dengan garis yang agak melentur ke udara. Entahlah semoga pagi nanti ia bangun dan bertanya padaku, Sudahkah kau membuat Amor, Romeo dan Juliet yang dungu mati dalam keadaan tragis.

1 komentar:

Monyet Liar mengatakan...

rumah kecil tanpa dimensi yang kugambar kemarin malam sebenarnya sketch rumah yang ingin kucoret sesaat setelah kita tak dapat kamar buat tidur semalaman,, kalo bok baca keterangan gambar dibawahnya, ada beberapa kalimat dengan sedikit kemarahan.. lampiasan kekeasalanku ketika dipersalahkan atas semua kemalangan yang kita dapat kemarin..
*padahal saya tidak salah sama sekali..