Sarkas, kau Angkuh!

Ada satu waktu dalam diriku yang mengendap, serupa represi keyakinan yang dibiarkan kekal mengisi ruang transformasiku, Mungkin melampaui Ekstasi dan kenikmatan ekspresi rasa sakit. Namun belakangan ini aku menyadarinya, akulah yang menulis figura itu dengan nada sarkas.

Dengan nada yang lain, perjumpan musim ini aku hendak menyusun sebuah narasi, atau mungkin sebuah orasi yang tak perlu menyita perhatian lebih dari orang-orang terdekatku.  singkatnya aku suka sebuah hal, yang akupun tak menyadari muasal dari penetrasi yang hadir ditengah-tengah distopsia diriku setahun ini.
 
Belakangan ini aku selalu merasa dikuasai oleh sebuah hal yang menurutku sangat naif jika aku menyukainya, terlebih hal ini telah menjadi sebuah manifesto buatku beberapa tahun yang silam. Aku masih ingat beberapa klausa didalamnya, dan yang sangat tersurat adalah aku menuliskan isi keseluruhannya dengan huruf cetak, tebal nan kapital.

Awalnya aku benci mencatat dan membuat lirik tentang masa depan didalam otak dan buku-buku yang hampir sobek dalam daypack milikku. Karena letupan-letupan ini selalu menghasilkan gairah yang menyakitkan, saat aku berusaha merampungkan sebuah terjemahan, hayalanlah yang kadang-kadang mengepung keseluruhan sistem kerja otakku.

Beberapa tahun yang silam, mungkin saat makna masih sangat kabur untuk terjaring, aku merayakan kemenangan yang membuncah, dan diantara buncahan tersebut ada nada yang sengau dan nampak normatif kedengarannya, Dialektika, atau diucapkan dengan dialek serta artikulasi yang khatam khas ilmuan tersohor.

0 komentar: