Saatnya Menghentikan Pesta Moral

Marah, mungkin ia. Sejak pertama menginjakkan kaki disini sudah terasa aroma bebal tersebut dipenciumanku. Kali ini bukan wangi atau klise tentang tipikal subversi kebiasaan anakmuda menolak tradisi penaklukan.atas dirinya .

Disini lain, Aku tak ingin menyebutkan dimana aku, sebab eksistensi nama, ruang dan waktu hanyalah ditujukan dinas pariwisata dalam mengkomodofikasi nama tempat menjadi pundi kapital. Disinilah masyarakat menjamin dirinya atas nama daya kekuatan lama, budaya feodal dan perubahan, masyarakat modern yang sakit. kampung halamanku!.

Tak terasa sudah sepekan aku mengikuti pusaran maha dahsyat. pusaran dimana aku takluk ditengah image yang terpajang menyayat likaliku kota tua ini, Selain itu  juga aku tak bergeming melaknat derap barisan pemuda yang sedarah denganku dahulu. inilah saatnya, memparafrasekan mereka dalam rencana penulisanku sejak senja tadi. bersama amarah dan dendam Aku seolah mengalegorikan mereka. mengkufurkan situasi. kalian merampas temanku. laknat! 

Sedikitnya aku tak begitu bergairah lagi. terlebih membuat pesta. daerah ini terlalu banyak menyita waktumu kawanku, kalian telah mereduksi apa yang kalian agung-agungkan beberapa waktu lalu. kini kalianlah barikade pendosa. Dengan akulah kita berhadapan, memburu dalam waktu yang berbeda, dalam taktik yang berbeda. kalian musuhku!

1 komentar:

Vetu mengatakan...

menarik!