pejantan yang menolak menyusuri sungai eufrat


Aku tak ingin menjadi pejantan, apalagi untuk membuktikannya dengan berjalan ratusan mil menyusuri sungai eufrat yang selalu menebarkan aroma azzahra. Tentu bukan karena aku tahu Azzahra sedang duduk disana, bukan pula karena overdosisnya menangisi sisa-sisa peradaban dan alturisme yang selalu menaikkan adrenalin.

Sebab malam ini tak teramat istimewa. Memilih pejantan atau tidak sama sekali.Pilihanku sangatlah kompulsif, menyaksikan bintang berekor yang terbang memecahkan cumulus menjadi dua puluh satu bagian yang bersusun. Dan setelahnya, Pasukan Ummayah memilih membaginya dengan bilangan-bilangan ganjil.

Tak ada yang akan menjadi syarat pasti atas kedudukan dan pilihanku saat ini. Sekalipun Mesias, sekalipun muntahan telaga Kautsar dan ribuan lemparan cawan suci yang mengarah diwajahku. Aku mencintai pertentangan. Seperti aku mencintai pemusnahan.

Selainnya tak ada lagi, aku bergeser sekian derajat dari para pengagum kontemplasi dan bejibun hikayat para pembaca najis yang berteriak melampaui menara ababil. Sekali lagi sesalku, Fatimah yang sedari dulu harusnya mati terpancung kini menduduki kepala setiap orang, memproyeksikan sebuah misi penyebaran hadis-hadis palsu atas nama tuhan, atas nama surga rakitan mereka sendiri.

Aku makin gusar, pada semua kompetisi, pada semua despostik pejantan yang menebas golok dileher fatimah hingga putus. Aku gusar pada nama-nama, pada jenis kelamin yang berderet. Aku makin ragu pada syafaat, pada zaenab, pada kalsum dan pada yazid yang kini telah menjadi tiran atas segala perindu yang menolak melukai dirinya dengan nama

Aku merindukan savana yang penuh balon-balon hitam dengan daun-daun mawar yang tak lagi meranggas, Buah- buah yang berjatuhan ketanah, dan sisa pembakaran para pengrajin senjata yang telah melintas menuju karbala. Aku rindu Para pejumpa bintang berekor yang melupakan namanya.

Aku selalu menolak berjalan puluhan mil menuju eufrat, atau sekedar me-manifesto-kan diri ini menjadi pejantan ala romeo dan Yazid yang akan menjadi santapan tebasan golok setiap zaman. Aku tak ingin menjadi Yazid, penggila kado kehormatan.

0 komentar: